Ali Syariati, seorang ulama terkemuka timur tengah pernah berkata
bahwa tantangan terbesar bagi remaja muslim saat ini adalah budaya
hedonisme (kesenangan adalah hal yang paling penting dalam hidup) yang
seolah sudah mengurat nadi. Budaya yang bertentangan dengan ajaran islam
ini digemari dan dijadikan sebagai gaya hidup (life style) kawula muda
masa kini, kaya atau miskin, ningrat atau jelata, sarjana atau kaum
proletar, di desa ataupun di kota seolah sepakat menjadikan hedonisme
yang sejatinya kebiasaan hidup orang barat ini sebagai “tauladan” dalam
pergaulannya. Firman Allah SWT, “…dan orang-orang yang zalim hanya
mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka
adalah orang-orang yang berdosa.” (QS. Huud: 116). Bahkan yang lebih
meresahkan lagi budaya hedonisme seolah telah menjadi ideologi bagi kaum
muda yang tidak tabu lagi untuk dilakukan.
(http://www.banjar-jabar.go.id/redesign/cetak.php?id=1087)
Namun, ketika ada di ranah hubungan “bisnis” antarmanusia
(hablumminannas), dirinya harus pula bisa bersikap hedonis, sosok
manusia yang bernafsu menyukai kepentingan dunia dan gemar memburu
kesenangan biologis. Dua peran itulah yang sebenarnya mencerminkan
berlakunya prinsip religius yes, hedonis yes, atau agama tetap
diperankan sebagai cermin dirinya yang berasal dan dibesarkan di
lingkungan beragama, sementara ketika dirinya masuk di lingkaran
pergaulan dunia selebriti, agama tak lagi harus diperankan sebagai
kekuatan suci yang mengawalnya. Agama saat masuk dunia hedonis ini
berhak dikalahkan atau dipinggirkan dan digantikan oleh gaya hidup
berbingkaikan hedonisme. Prinsip tersebut tampaknya sedang memperoleh
tempat tertinggi dalam tayangan televisi dewasa ini. Kata religius yes,
hedonis yes seolah sudah melekat erat dalam konstruksi manajemen
pertelevisian
kita.(http://fh.unisma.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=85&Itemid=5)
Remaja saat ini masih banyak yang terpengaruh gaya hidup liberal dan
hedonis. Ini menjauhkan dan mengeluarkan mereka dari gaya hidup yang
beradab, yaitu dari hukum Allah yang menciptakan manusia.
Remaja sekarang ini tergilas arus hedonisme dan sulit keluar dari kondisi itu. Karena itu kami ingin mengajak para remaja muslimah untuk membebaskan diri mereka dengan Islam. Atas nama kebebasan, banyak remaja terjebak dalam pergaulan bebas, narkoba, aborsi, dan silau dengan gemerlapnya demokrasi liberalisme. Remaja sebagai generasi penerus bangsa harus diselamatkan, ujarnya. (http://hizbut-tahrir.or.id/2009/02/22/surabaya-kecam-hedonisme-remaja-ratusan-muslimah-hti-turun-ke-jalan/)
Remaja sekarang ini tergilas arus hedonisme dan sulit keluar dari kondisi itu. Karena itu kami ingin mengajak para remaja muslimah untuk membebaskan diri mereka dengan Islam. Atas nama kebebasan, banyak remaja terjebak dalam pergaulan bebas, narkoba, aborsi, dan silau dengan gemerlapnya demokrasi liberalisme. Remaja sebagai generasi penerus bangsa harus diselamatkan, ujarnya. (http://hizbut-tahrir.or.id/2009/02/22/surabaya-kecam-hedonisme-remaja-ratusan-muslimah-hti-turun-ke-jalan/)
Sampai hari ini masih kita tememukan jejak-jejak kerajaan Demak.
Wujud kebudayaan fisik yang masih dapat kita saksikan hingga hari ini
adalah Masjid Agung Demak dan makam Kanjeng Sunan Kalijaga di Kadilangu.
Demak sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam masih tampak
dengan keberadaan pesantren yang tersebar di seluruh penjuru wilayah
kabupaten Demak. Jama’ah-jama’ah pengajian juga hampir ada di setiap
kampung. Kesenian bernuansa Islam masih sangat kental di wilayah
kabupaten Demak, seperti rebana, kentrung, zipin, kaligrafi, seni baca
Al-Qur’an dan lain-lain. Tapi Demak sekarang adalah Demak yang bingung
memilih kebudayaannya. Antara budaya pesantren dengan budaya hedonis
yang sedang mengejala. Generasinya adalah generasi yang resah antara
kukuh dengan peninggalan masa lalu, berdiam diri bersedeku dalam pondok,
atau ikut berjirak bersama alunan musik rock di lapangan
Tembiring.Peci-peci itu telah dilepas, digantikan potongan rambut punk,
baju koko dan sarung dilepas digantikan celana dan baju junkis. Jilbab
pada kaum perempuannya juga mengalami nasib yang tak jauh berbeda.
Generasi Demak saat ini adalah generasi yang resah dan gamang. Dulu,
tempat ini menjadi salah satu pusat intelektualitas pesantren yang
mengancam intelektualitas kejawen dan priyayi Majapahit. Sekarang
Intelektualitas pesantren mendapat ancaman. Hedonisme, dan gaya hidup
‘gaul’ merebut sedikit demi sedikit namun pasti perhatian sebagian warga
Demak. Pemindahan panitia penyelengara grebeg besar terakhir ini dari
Pemkab menjadi swasta dengan tujuan pemenuhan target pendapatan agar
lebih tingg membuktikan hal itui. Bintang tamu yang dihadirkan seperti
dangdutan, Dara AFI, Didi Kempot tampak jelas bahwa unsur hiburan dan
untung belaka yang ingin dicapai. Mengapa kesenian Demak asli, seperti
kentrung, rebana, zipin, seni baca Al Qur’an, dan lomba kaligrafi tidak
di munculkan?
(http://citizennews.suaramerdeka.com/?option=com_content&task=view&id=597)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar