Powered By Blogger

Selasa, 25 September 2012

HEDONISME DALAM PANDANGAN ISLAM

Ali Syariati, seorang ulama terkemuka timur tengah pernah berkata bahwa tantangan terbesar bagi remaja muslim saat ini adalah budaya hedonisme (kesenangan adalah hal yang paling penting dalam hidup) yang seolah sudah mengurat nadi. Budaya yang bertentangan dengan ajaran islam ini digemari dan dijadikan sebagai gaya hidup (life style) kawula muda masa kini, kaya atau miskin, ningrat atau jelata, sarjana atau kaum proletar, di desa ataupun di kota seolah sepakat menjadikan hedonisme yang sejatinya kebiasaan hidup orang barat ini sebagai “tauladan” dalam pergaulannya. Firman Allah SWT, “…dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa.” (QS. Huud: 116). Bahkan yang lebih meresahkan lagi budaya hedonisme seolah telah menjadi ideologi bagi kaum muda yang tidak tabu lagi untuk dilakukan. (http://www.banjar-jabar.go.id/redesign/cetak.php?id=1087)
Namun, ketika ada di ranah hubungan “bisnis” antarmanusia (hablumminannas), dirinya harus pula bisa bersikap hedonis, sosok manusia yang bernafsu menyukai kepentingan dunia dan gemar memburu kesenangan biologis. Dua peran itulah yang sebenarnya mencerminkan berlakunya prinsip religius yes, hedonis yes, atau agama tetap diperankan sebagai cermin dirinya yang berasal dan dibesarkan di lingkungan beragama, sementara ketika dirinya masuk di lingkaran pergaulan dunia selebriti, agama tak lagi harus diperankan sebagai kekuatan suci yang mengawalnya. Agama saat masuk dunia hedonis ini berhak dikalahkan atau dipinggirkan dan digantikan oleh gaya hidup berbingkaikan hedonisme. Prinsip tersebut tampaknya sedang memperoleh tempat tertinggi dalam tayangan televisi dewasa ini. Kata religius yes, hedonis yes seolah sudah melekat erat dalam konstruksi manajemen pertelevisian kita.(http://fh.unisma.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=85&Itemid=5)
Remaja saat ini masih banyak yang terpengaruh gaya hidup liberal dan hedonis. Ini menjauhkan dan mengeluarkan mereka dari gaya hidup yang beradab, yaitu dari hukum Allah yang menciptakan manusia.
Remaja sekarang ini tergilas arus hedonisme dan sulit keluar dari kondisi itu. Karena itu kami ingin mengajak para remaja muslimah untuk membebaskan diri mereka dengan Islam. Atas nama kebebasan, banyak remaja terjebak dalam pergaulan bebas, narkoba, aborsi, dan silau dengan gemerlapnya demokrasi liberalisme. Remaja sebagai generasi penerus bangsa harus diselamatkan, ujarnya. (http://hizbut-tahrir.or.id/2009/02/22/surabaya-kecam-hedonisme-remaja-ratusan-muslimah-hti-turun-ke-jalan/)
Sampai hari ini masih kita tememukan jejak-jejak kerajaan Demak. Wujud kebudayaan fisik yang masih dapat kita saksikan hingga hari ini adalah Masjid Agung Demak dan makam Kanjeng Sunan Kalijaga di Kadilangu. Demak sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam masih tampak dengan keberadaan pesantren yang tersebar di seluruh penjuru wilayah kabupaten Demak. Jama’ah-jama’ah pengajian juga hampir ada di setiap kampung. Kesenian bernuansa Islam masih sangat kental di wilayah kabupaten Demak, seperti rebana, kentrung, zipin, kaligrafi, seni baca Al-Qur’an dan lain-lain. Tapi Demak sekarang adalah Demak yang bingung memilih kebudayaannya. Antara budaya pesantren dengan budaya hedonis yang sedang mengejala. Generasinya adalah generasi yang resah antara kukuh dengan peninggalan masa lalu, berdiam diri bersedeku dalam pondok, atau ikut berjirak bersama alunan musik rock di lapangan Tembiring.Peci-peci itu telah dilepas, digantikan potongan rambut punk, baju koko dan sarung dilepas digantikan celana dan baju junkis. Jilbab pada kaum perempuannya juga mengalami nasib yang tak jauh berbeda. Generasi Demak saat ini adalah generasi yang resah dan gamang. Dulu, tempat ini menjadi salah satu pusat intelektualitas pesantren yang mengancam intelektualitas kejawen dan priyayi Majapahit. Sekarang Intelektualitas pesantren mendapat ancaman. Hedonisme, dan gaya hidup ‘gaul’ merebut sedikit demi sedikit namun pasti perhatian sebagian warga Demak. Pemindahan panitia penyelengara grebeg besar terakhir ini dari Pemkab menjadi swasta dengan tujuan pemenuhan target pendapatan agar lebih tingg membuktikan hal itui. Bintang tamu yang dihadirkan seperti dangdutan, Dara AFI, Didi Kempot tampak jelas bahwa unsur hiburan dan untung belaka yang ingin dicapai. Mengapa kesenian Demak asli, seperti kentrung, rebana, zipin, seni baca Al Qur’an, dan lomba kaligrafi tidak di munculkan? (http://citizennews.suaramerdeka.com/?option=com_content&task=view&id=597)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar