Powered By Blogger

Senin, 24 September 2012

Hedonisme dan Kerapuhan Karakter Mahasiswa

HEDONISME telah memengaruhi naluri kehidupan bangsa Indonesia. Hedonisme menjadi budaya buruk yang sangat rentan mengarahkan kaum elite melakukan korupsi. Inilah yang ditengarahi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) M Busyro Muqoddas dalam pidato kebudayaannya pertengahan November 2011 lalu bahwa budaya hedonis merupakan salah satu sumber lahirnya korupsi.

Pejabat negara sudah bermegah-megahan, bahkan mobil yang digunakan sudah lebih bagus dari mobil perdana menteri negara tetangga. Sinyalemen Busyro ini menarik kalau ditarik dalam konteks kampus. Karena budaya pejabat negara tak bisa dilepaskan dari budaya kampus, karena pejabat negeri ini lahir di berbagai kampus di Indonesia.

Diakui atau tidak, jebakan budaya hedonis sudah merasuk dalam jiwa kampus. Lihat saja di berbagai kampus elite di Indonesia, di sana kita akan menemukan beragam jenis merek mobil. Di sekitar kampus juga disediakan beragam model gaya hidup yang dipampang secara vulgar di  berbagai jalan raya.

Hedonisme mahasiswa merupakan kabar buruk bagi dunia kampus Indonesia. Karena hedonisme membawa kesenangan terhadap hal-hal yang bersifat sementara, sehingga orang terjebak untuk tidak mampu bersikap sabar. Dewasa ini mahasiswa lebih ‘’mencintai’’ tayangan dan hal-hal yang bersifat entertainmen, gosip, jingkrak-jingkrak menyaksikan konser musik rock, dan hal-hal yang melemahkan mereka dalam membangun kepribadian mereka sendiri.

Budaya hedonis ini sangat berbahaya kalau sampai mengarah pada pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Bagi para penganut paham ini, bersenang-senang, pesta-pora, dan pelesiran merupakan tujuan utama hidup, entah itu menyenangkan bagi orang lain atau tidak. Karena mereka beranggapan hidup ini hanya sekali, sehingga mereka merasa ingin menikmati hidup senikmat-nikmatnya.

Di dalam lingkungan penganut paham ini, hidup dijalani dengan sebebas-bebasnya demi memenuhi hawa nafsu yang tanpa batas. Dari golongan penganut paham inilah muncul nudisme (gaya hidup bertelanjang). Pandangan mereka terangkum dalam pandangan Epikuris yang menyatakan, ‘’bergembiralah engkau hari ini, puaskanlah nafsumu, karena besok engkau akan mati.’’

Krisis Karakter

Hedonisme menjadikan mahasiswa krisis karakter, sehingga tak mampu menjalankan prediketnya sebagai agent of social cange, agent of control. Peran mahasiswa dalam perubahan politik di Indonesia memang luar biasa, tetapi kondisi hedonis telah merusak peran tersebut  dan menjadi penyakit sosial yang merusak kebangsaan kita.

Kala Orde Baru tumbang, semua berharap mahasiswa bisa mengambil alih kepemimpinan nasional. Walaupun tidak mengambil seratus persen, tetapi tidak sedikit mahasiswa yang kemudian menjadi bagian dari negara dan pemerintahan. Ironisnya, masa transisi reformasi ternyata menjadikan Indonesia makin menjadi korup. Aktornya adalah mereka kaum kampus yang kemudian masuk dalam struktur kekuasaan.

Hedonisme juga menggiring mahasiswa ke dalam culture of banality (budaya kedangkalan), di mana segala informasi yang mereka terima langsung dicerna mentah-mentah, tanpa diproses, diverifikasi, dan didalami dengan logika kerja pikiran. Tak salah kemudian banyak mahasiswa yang mudah terjebak dalam berbagai jaringan terorisme. Mereka mentah memahami informasi terbaru, sehingga mereka mudah terseret dalam arus baru yang paradoks dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Selain itu, mahasiswa hari ini juga semakin jauh dengan buku-buku kritis. Mahasiswa sekarang lebih menyukai musik pop dari pada musik gamelan, lebih cinta jeans daripada batik.Kerapuhan karakter mahasiswa terlihat sangat jelas dalam berbagai kasus yang mendera hari ini tanpa sentuhan kritis dari kaum mahasiswa.

Suara-suara kritis mahasiswa saat ini sudah hilang kala melihat berbagai korupsi yang makin menggurita, bahkan kalau yang terjebak itu mempunyai jaringan gerakan mahasiswa ekstra kampus, kaum aktivis justru mem-backup. Berbagai ketidakadilan tak mendapatkan sentuhan kritis mahasiswa.  Gejala hedonisme sudah ‘’melahap’’ hampir seluruh mahasiswa di perkotaan dan daerah-daerah.

Di tengah gemuruh budaya hedonis inilah, perlu kiranya menegakkan pendidikan integritas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi 1996, ‘’integritas’’ berarti ‘’mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan’’.

Integritas adalah satu kata yang mencakup sejumlah nilai yang kita pegang teguh, dan menjadi pedoman bagi  tindakan kita. Pendidikan integritas tak selalu harus berupa mata kuliah tersendiri. Tetapi, justru nilai-nilai integritas yang merupakan good living values dapat muncul dalam berbagai mata kuliah yang diberikan di dalam perguruan tinggi. Dalam menegakkan pendidikan integritas ini, menurut

Henry Giroux dalam Social Education in The Classroom (1983), institusi pendidikan jangan hanya dalam satu perspektif atau monolitik. Pendidikan jangan hanya melayani kepentingan masyarakat dominan dan melanggengkan struktur sosial yang ada. Padahal pendidikan selalu berwajah ganda: dapat melayani kepentingan masyarakat dominan dan sekaligus dapat melayani kepentingan masyarakat subordinat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar